Mad’u merupakan salah satu unsur dalam da’wah. Proses da’wah tersusun dari beberapa unsur atau komponen, yaitu: subjek (dä’i), materi (mäddah), metode (tharïqoh), media (wasïlah), objek (mad’ü) dan efek (ätsar) dakwah[1]
Dalam membahas mad’u sebagai bagian dari rukun dakwah, Muhammad Abu al-Fath Al-Bayyanuni membaginya kepada: pertama, dari lingkaran kedekatan dan tanggung jawab; kedua, hak mad’u; ketiga, kewajiban mad’u; dan ashnaf (golongan-golongan) mad’u. Dari segi lingkaran kedekatan dan tanggung jawab bagi da’i, mad’u terbagi kepada dirinya sendiri[2], keluarga[3] dan masyarakat luas[4].
Untuk hak mad’u, al-Bayyanuni mengemukakan bahwa hal ini merupakan ketetapan Allah bagi manusia. Allah tidak akan mengadzab mereka, selama belum sampai dakwah kepada mereka[5]. Dengan sendirinya, manusia seluruhnya mempunyai hak untuk didakwahi, dan atau diutus rasul kepada mereka[6]. Bahkan, ketika Rasulullah shallallähu 'alaihi wasallam tidak menghiraukan seseorang yang datang dengan niat dan tujuan yang benar, karena sedang fokus menda’wahi para pembesar dan tokoh Quraisy, Allah menegurnya[7].
Sedangkan kewajiban mad’u adalah menerima dakwah. Bila tidak, maka itu sama dengan mendustakan para pembawa panji dakwah, dan dengan sendirnya mendustakan serta tidak menghargai pengutusnya, yaitu Allah Subhänah wa Ta'äla[8]. Perkataan yang harus ada/ keluar, sebagai simbol komitmen hati, adalah sami’na wa atho’na[9] bukan sami’na wa ‘ashoina[10]. Mad’u harus mustajib (menerima) terhadap seruan Allah dan Rasul-Nya[11].
Mengenai pembagian mad’u, secara global terbagi kepada dua: yang menerima, dan yang menolak. Yang menerima disebut mu`min/ muslim/ muhtad/ mustajib, sedangkan yang menolak disebut kafir/ dholl dan mu’ridh. Kaum mu`min dari segi mendapat hidayah terbagi kepada muslim muhtad (yang ‘aqidah, ibadah dan mu’amalahnya sesuai perintah Allah) dan muslim dholl (yang ‘aqidah, ibadah dan mu’amalahnya ada penyimpangan; tidak sesuai perintah Allah). Sedangkan dari segi kekuatan imannya, kaum mu`min terbagi kepada sabiq bi al-khairat, muqtashid dan zhalim linafsih. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam al-Qur`an:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar[12].
Dalam mengomentari ayat ini, Dewan Penterjemah memberikan catatan kaki, bahwa: “Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan”[13].
Mengenai golongan kafir, al-Bayyanuni membaginya kepada:
1. Al-Jahidun al-Mulhidun, adalah mereka yang mengingkari keberadaan dan eksistensi Allah 'Azza wa Jalla
2. Al-Musyrikun al-Watsaniyyun, ialah mereka yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya, apakah dalam ‘aqidah maupun ‘ibadah.
3. Ahlu Al-Kitab, mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Rasulullah shallallähu 'alaihi wasallam dari pemeluk agama-agama sebelumnya yaitu Yahudi dan Nasrani.
4. Al-Munafiqun, yaitu orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman
1. Lingkaran mad’u
secara garis besar Lingkaran mad’u dibagi kepada tiga bagian: diri sendiri para nabi, keluarga dan masyarakat luas. Untuk lingkaran pertama yaitu diri para nabi, maka jelas kita mengatakan bahwa mereka semua soléh, manusia pilihan dan dijamin kebenaran dan kejujurannya[14]. Ketika ada yang berani membeda-bedakannya, maka ia bukan orang beriman[15] dan otomatis menjadi musuh Allah[16].
Dalam lingkaran kedua, kita akan menemukan keberagaman mad’u para nabi; dan secara garis besar terbagi kepada dua: ada yang beriman dan mendukung dakwah para rasul, dan ada yang tidak menerima dan otomatis menjadi penghalang. Di bawah ini kita akan melihat bahwa lingkungan orang terdekat para rasul, seperti ayah, saudara, istri dan anak ada yang tidak beriman dan menjadi batu sandungan dalam dakwah para rasul. Diantaranya adalah dari kalangan:
a. Ayah Al-Qur`an mencatat bahwa rasul yang mempunyai mad’u dan tidak mau beriman dari kalangan ayahnya adalah Nabi Ibrahim ‘alaihi al-saläm.
b. Saudara.Mad’u dari saudara yang cukup menjadi ujian bagi seorang Nabi adalah apa yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihi al-saläm.
c. Istri. Dari kalangan istri para rasul, kita menemukan dua orang yang dicatatkan dalam al-Qur`an tentang pembangkangan mereka.
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)"[17].
d. Anak
Dalam terjemah al-Qur`an disebutkan bahwa nama anak Nabi Nuh ‘alaihi al-saläm yang kafir itu adalah Qanaan. Di samping itu, Nabi Nuh ‘alaihi al-saläm mempunyai putra lainnya dan mereka beriman yaitu: Sam, Ham dan Jafits[18].
2. Golongan Mad’u
Bila kita menengok kembali surat Fathir ayat 32 yang berbunyi:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin ALAH demikian itu sangat besar
Maka kita dapat memastikan bahwa di setiap seruan para rasul akan melahirkan tiga golongan manusia: Zhälim li nafsih, Muqtashid, dan Säbiq bi Al-Khair. Memang ketiga karakteristik mad’u ini tidak selalu lengkap diungkapkan al-Qur`an dalam satu ayat, namun bila kita mencoba merangkainya, maka kita akan menemukan bahwa dakwah para rasul melahirkan tiga golongan ini.
Untuk golongan zhälim li nafsih, dan ini yang sering kita temui, rata-rata dipenuhi oleh para tokoh dan pembesar di jamannya.
Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud, Dan kaum Aad, kaum Fir'aun dan kaum Luth, Dan penduduk Aikah serta kaum Tubba' semuanya telah mendustakan Rasul-Rasul Maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan[19].
Telah mendustakan (rasul-rasul pula) sebelum mereka itu kaum Nuh, 'Aad, Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak, Dan Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah. mereka Itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul). Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul, Maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku. Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. Dan mereka berkata: "Ya Tuhan Kami cepatkanlah untuk Kami azab yang diperuntukkan bagi Kami sebelum hari berhisab"[20].
Sedangkan golongan säbiq bi al-khair adalah mereka yang beriman kepada apa yang didakwahkan para rasul, dan mereka rata-rata adalah golongan lemah atau rakyat kecil/ rakyat biasa.
Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan". Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".[21]
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: "Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya". Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya Kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu". Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka Berlaku angkuh terhadap perintah tuhan. dan mereka berkata: "Hai shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada Kami, jika (betul) kamu Termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". Karena itu mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka[22].
Di samping itu, dalam al-Qur`an diberitakan ada beberapa orang yang menyembunyikan keimanannya, kemudian memberikan pembelaan terhadap para nabi dan rasul ketika berhadapan dengan orang-orang kafir.
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu". Ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?[23]
Untuk golongan muqtashid, kita akan menemukan kesulitan dalam mencari bukti ummat atau orang yang mempunyai karakter demikian. Akan tetapi, ini tidak berarti menapikan keberadaannya. Dan bila kita meminjam kacamata al-Qur`an yang lain tentang pengelompokkan manusia dalam mendapat hidayah, misalnya di awal surat al-Baqarah ayat 1 sampai 20, maka muqtashid ini mendekati kelompok munafiq.
Pengelompokkan mad’u al-Bayyanuni di atas menggambarkan posisi mad’u dalam menerima dakwah para rasul. Adapun, dari segi reaksi dan tahapannya, maka al-Qur`an memberikan gambaran:
Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah mendustakan (Rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku? Dan Demikianlah telah pasti Berlaku ketetapan azab Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, karena Sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka[24].
[1] Yusup Tajri, Olahraga Beladiri sebagai Media Dakwah; Studi Deskriptif atas Beladiri Syufu Taesyukhan, Bandung: 2005, hlm. 2
[2] QS. Al-Baqarah – 2: 44; Asy-Syams – 91: 9, 10
[3] QS. At-Tahrim – 66: 5
[4] QS. Ali Imran – 3: 104, 110
[5] QS. Al-Isra – 17: 15
[6] QS. An-Nisa – 4: 164- 66
[7] QS. `Abasa – 80: 1- 12
[8] QS. Al-Baqarah – 2: 97, 98
[9] QS. Al-Baqarah – 2: 285; An-Nisa – 4: 46
[10] QS. Al-Baqarah – 2: 93
[11] QS. Al-Anfal – 8: 24
[12] QS. Fathir – 35: 32
[13] Al-Qur`an dan terjemahnya, Wakaf dari Pelayan Dua Tanah suci Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Su’ud, t.t. hlm. 701, catatan kaki ke 1261
[14] QS. An-Nisa – 4: 69, 70
[15] QS. Al-Baqarah – 2: 136, 285; Ali Imran – 3: 84
[16] QS. Al-Baqarah – 2: 98
[17] QS. At-Tahrim – 66: 10
[18] Al-Qur`an dan terjemahnya, Ibid, hlm. 333
[19] QS. Qaf – 50: 12 - 14
[20] QS. Shod – 38: 12 - 16
[21] QS. Hud – 11: 25 - 27
[22] QS. Al-A’raf – 7: 75 - 78
[23] QS. YaaSin – 36: 20 - 22
[24] QS. Ghofir – 40: 5, 6
0 komentar:
Posting Komentar
Maaf Yach shob,mumpung mampir disini,kalo sempat, bOleh Nggak Aq Mnta KomentArnya??? :)