CHEK IT OUT..!! »

Bidadari Tahajjud

“Kau
sungguh mencintainya?” seolah-olah Tuhan bertanya begitu padaku.
“Aku sungguh mencintainya, Tuhanku.
Aku tak ingin dipisahkan darinya. Aku mohon Engkau restui ia menjadi
pendampingku mengabdi kepada-Mu.”


“Kalian
ingin mengabdi pada-Ku?”

“Betul Tuhan-Ku”
“Apa
jaminannya?”
Peluh dingin
mengalir dari tengkukku, jatuh ke baju takwa-ku dan terus luruh di
hamparan sajadah.

Saat itu duduk
diantara dua sujud.
Berhati-hati
benar kuusap tengkukku, berusaha menghapus peluh itu. Pelan sekali, agar tak
membuat gerak yang menambah banyaknya dosaku.
Tapi, peluh itu terus
saja mengalir. Ah…entah kenapa,..

di sepertiga malam terakhir yang dingin ini,
saat orang-orang terlelap dalam dengkur pulas tidur, suasana menjadi panas
sekali. Mungkin oleh pertanyaan itu. Ya….oleh pertanyaan itu.
“apa
jaminannya…?? dengan bersatunya kami, ia
menjadi pendampingku dan aku menjadi pendampingnya, apakah kami akan terus
mengabdi pada Tuhan?”

Aku bersujud
kembali.

“Apa
jaminannya,. setelah kalian bersatu, apakah kalian akan tetap mengabdi untuk-Ku..?”

Tuhan seperti
mengulang pertanyaan-Nya, meminta penegasan dariku yang sedari tadi hanya bisa
berpeluh dalam diam.
“Kami akan saling memberi semangat
untuk pengabdian itu, Tuhanku”
“Begitu?”
“Betul, Tuhanku. Bukankah selama ini,
hal itu telah terbukti, Tuhanku. Setiap malam, aku selalu terbangun.
Seolah-olah bidadariku memanggil namaku dan menyuruhku beribadah pada-Mu,
Tuhanku. Aku bersyukur, dalam ibadah malam-malam seperti itu, alkhamdulillah kami
masih tetap bersatu. Aku selalu memohon pada-Mu, tuhanku, seperti yang Kau
suruh dalam firman-Mu, semoga cinta kami abadi.”
Istighfar kulafalkan, “Tuhanku, kalau-kalau dalam hubungan
kami ada satu-dua yang mendekatkan kami pada zina yang Kau larang itu. Tidak,
Tuhanku, bahkan kami saling mencintai bukan untuk membenamkan diri kami dalam lembah
nista itu, Tuhanku. Jauhkan kami dari niat tercela seperti itu, Tuhanku. Kami
mencintai untuk mengabdi pada-Mu. Tuhanku, aku selalu bergairah beribadah
setelah bertemu dan dekat dengannya, seperti malam-malam aku menjadi tekun
menyapa-Mu dalam rakaat-rakaat tahajjud, Tuhanku.”



“Kalau
nanti kalian berpisah bagaimana?”
Aku bangkit dari
sujud. Dan sekarang tahiyyat akhir.
“Tuhanku, aku mohon dengan sangat, bi
wajhika, jangan pisahkan kami. Aku betul-betul mencintainya, Tuhanku, seperti
dia juga sangat mencintaiku.”



“Kalau
nanti kalian berpisah, apa kalian masih akan terus mengabdikan hidup kalian
untuk-Ku, itu maksud-Ku.”
“Sekali lagi, hamba-Mu yang lemah ini
memohon. Jangan buat kami berpisah, Tuhanku.“



”Apa
kalian akan terus tekun beribadah meski tak saling bersama lagi, kau dengar?”
“Aku mendengar, Tuhanku,”
peluh kembali menetes, berat. Seberat aku membayangkan perpisahan dengannya,
“aku akan terus beribadah pada-Mu,
Tuhanku. Kalau dia, aku yakin juga demikian, Tuhanku.”


“Jika
tidak?”
“Aku berjanji akan terus mengabdi
untuk-Mu, Tuhanku.”

“Kau
berjanji?”
“Ya, Tuhanku. Aku berani berjanji
karena aku sangat mencintainya”



“Jaminannya?”
“Jaminan,.. Tuhanku..?”
“Ya,
jaminan janjimu”
“Aku berani terima akibat kalau
ingkar, Tuhanku”
“Apa itu?”
“Tuhanku, seandainya cinta kami
menjauhkan kami dari-Mu atau mengarahkan kami pada larangan-Mu, aku mohon
pisahkan aku darinya, Tuhanku. Untuk apa kami mencintai kalau tidak untuk
mengabdi pada-Mu, Tuhanku”



“Kau sadar
berjanji demikian?”
“Di rakaat tahajjud ini aku berjanji,
Tuhanku. Aku sadar”
Aku melepas tahajjud
dengan salam dua kali.



****

Aku tergeragap
lalu terbangun.

Bayangan
wajahnya datang lagi. Ia, yang selalu kupanggil dengan sebutan bidadari,
seperti menyeru-menyeru memanggil
namaku.
Ah,… di
sepertiga malam terakhir yang dingin ini, apa gerangan yang ingin
disampaikannya?apakah ia

Ingin menyatakan
rasa cintanya yang sungguh di waktu yang tak biasa barangkali, saat orang-orang
tertidur pulas dalam dengkur. Saat dingin merayap, lalu diam-diam merasuk ke
dalam sumsum, tulang-tulang bergemeletuk kemudian. Saat hening turun dan tak
sesuatupun memecah sunyi.



Tapi, tidak. bidadari
tidak ingin mengungkapkan sesuatu.
Setelah aku bangun dalam geragap berkat panggilannya,
ia segera saja pergi. Entah kenapa? Tinggal aku kemudian yang termangu sendiri
dalam tanya. Ah, kenapa pula aku harus bertanya-tanya. Apakah selalu dibutuhkan
alasan untuk sebuah kedatangan dan kepergian?

Tapi, barangkali
itu isyarat. Ya, aku mulai meyakini itu isyarat. Isyarat agar aku menunaikan tahajjud,
shalat yang dianjurkan pelaksanaannya di sepertiga malam seperti ini. Saya
yakin itu, setelah berhari-hari, atau bahkan sudah masuk hitungan minggu,

panggilannya selalu datang.

Aku
jadi suka panggilan itu, panggilan bidadari agar aku selalu mendekatkan
diri pada Tuhan.
Maka, kemudian tahajjud kurutinkan. Kubuat ia sebagai
tempat berkeluh kesah pada Tuhan.
Ah, andai saja sedari dulu aku menangkap maqkhluq
Tuhan itu.


Lalu,
kegiatan-kegiatan keagamaan sering kuikiuti. Kajian-kajian tak pernah absen
kuhadiri. Aku juga sering menghadiri majelis-majelis pengajian dan
dzikir. ibadah adalah tujuan utama hidup yang mesti kujalani.

Aku
merasakan ketenangan yang luar biasa dalam jamaah-jamaah seperti itu. Pengetahuan
agamaku semakin bertambah luas.
Tapi,
bersamaan dengan itu, ada beberapa hal yang
membuatku merasa jauh dari bidadari.
Ini yang sangat sulit.

Jam weker di
atas meja di sudut kamarku hampir menunjuk angka tiga. Aku harus segera ke
belakang, berwudhu, untuk kemudian membenamkan diri dalam rakaat tahajjud.



****

Bulan
itu memasuki tahun ke tiga usia hubunganku dengannya. Aku bahagia sekali karena
pada saat tepat satu tahun sejak kami memulai hubungan ini, ia menyatakan
kembali rasa cintanya padaku. Seperti awal-awal dahulu, semuanya serba indah.

Dalam rakaat tahajjud, kusyukuri semua itu. Sembari mengingat-ingat
kembali perjanjianku dengan Tuhan yang selalu kupegang teguh.

Namun,
setelah itu segalanya seperti berubah.

Mula-mula kulihat ia semakin tekun
mengikuti kajian-kajian di ma’had. Hampir tak pernah absen ia hadir di
majelis-majelisnya.
Apalagi bidadariku terlalu sibuk khidmah di ndalem
ma’had..
Hubungannya dengan para lelaki juga semakin dekat saja. Sehingga
menambah kesepianku berubah menjadi cemburu yg sukar aku taklukkan.
Tapi,.
Aku yakin Bidadariku setia..

Semenjak
ia tahfidz qur’an, aku merasakan sedikit demi sedikit ia mulai menjauh
dariku.

Mula-mula
aku diam dan beranggapan bahwa aktifitasnya sedang tidak bisa diganggu oleh
siapapun. Termasuk olehku, meskipun akulah orang yang dia katakan paling dekat
dengannya.
Aku berpikir, mungkin itu hanya untuk beberapa
saat saja. Setelah itu, ia akan kembali seperti sedia kala.

Namun
ternyata tidak. Ia tetap saja menjauh dariku. Bertambah jauh….dan jauh.

Kucoba
untuk menghubunginya dengan datang sendiri ke ma’had. Tapi, kata
teman-temannya ia malu. Selalu seperti itu jawaban yang kuterima saat
kesana.

Kucoba
pula menghubungi melalui telpon. Jawaban yang sama diberikan olehnya.



Setelah semuanya
tak berhasil, aku memilih diam sambil membuat koreksi, untuk beberapa lama.
Jangan-jangan ada hal yang kuperbuat telah menyinggung perasaannya. Tp
sepertinya tidak ada.
Atau ada
perjanjian dengan Tuhan yang telah kulanggar?. Rasanya juga tidak.



Pada
saat seperti itulah, ia menghubungiku. Ia telpon ke Hp-ku. Ketika kutanya
tentang sikap menjauhnya selama ini, jawabannya
sungguh membuatku tersentak.

Sebuah jawaban yang meski pernah terpikir olehku,
tapi tak pernah kubayangkan bahwa itulah jawaban sebenarnya.

Kuadukan jawaban
itu pada Tuhan di suatu rakaat tahajjud.

“Mengapa Kau jauhkan bidadariku dariku,
Tuhanku?”
“Ia ingin
mendekatkan diri pada-Ku”
“Tapi, tidak harus menjauhkan dariku,
kan?”
“Ia ingin
total mengabdi pada-Ku, bukan untuk dan karena yang lain. Kau paham?”

“Hamba-Mu ini sangat mencintainya,
Tuhanku.”
“Aku tahu”
“Hamba-Mu tidak ingin dipisahkan
darinya, Tuhanku”
“Aku
mengerti”



“Di rakaat tahajjud hamba-Mu pernah
membuat perjanjian…”
“Aku
selalu ingat janjimu”
“Tapi, kenapa Kau menjauhkan kami, padahal
tak ada dari kami yang melanggar perjanjian itu, Tuhanku”
“Sudah
Kukatakan, ia ingin lebih dekat dengan-Ku”

“Kalau begitu aku tak mau menyapa-Mu
lagi dalam tahajjud, Tuhanku”
“Kau ingin
melanggar perjanjian itu? Ku-pisahkan kau darinya semakin jauh…”

“Jangan, Tuhanku. Jangan!”
Aku tak dapat
membayangkan kalau aku dipisahkan semakin jauh darinya. Tak terasa butir-butir
kecil air mata meleleh dari kelopak mataku, tumpah di atas hamparan sajadah.
Dalam tahajjud kali itu, aku menangis.

Mengapa semuanya
menjadi seperti ini?

Menjelang salam kusadari itu semua sudah kehendak Tuhan.

“Tuhanku, biarkan hamba-Mu belajar
lebih banyak tentang semua ketentuan-Mu, termasuk tentang ini,” kataku akhirnya, dalam isak. Lantas aku
bersalam.



****

Ini
sulit. Sangat sulit. Bukan hanya pada diriku yang harus kuakui sangat mencintai
bidadariku, tapi juga soal bagaimana aku mengatakan semuanya.

Aku kemudian
ingin diam, sambil berusaha menghindar dari bidadariku. Aku tak ingin
kehadirannya membuatku tak penuh menapak jalan ibadahku.

Ya, jalan itu sudah kuputuskan sebagai
pilihanku, dengan segala konsekuensinya tentu.
Termasuk jauhnya aku dari bidadari
yang sangat kucintai.

Berkali-kali
bidadari meneleponku. Kutitipkan jawaban pada teman-teman bahwa aku tak
ada. Sedang pergi atau sedang apa.

Pernah
juga bidadari datang. Jawaban serupa kupesankan. bidadari juga mengirim pesan
sms. Meski ada perasaan kuat yang mendorongku untuk me-reply, tapi
ada juga dorongan kuat untuk mendiamkannya, bahkan lebih kuat. Sekuat aku
menapak jalan yang kupilih, meski aku harus tertatih menjauh dari bidadariku.




Tapi, kemudian perasaan dosa datang mendera.
Bukankah itu semua dusta yang di larang Tuhan? Aku juga telah membiarkan bidadari
berlarut-larut dalam ketidakpastian sikapku. Ya, aku harus bersikap. Meski sangat
sulit.

Bukankah aku seorang muslim, Seorang lelaki muslim harus tegas. Ia mesti
bisa bersikap. walaupun sulit.
Lewat
telepon kukatakan semuanya. Tentang jalan yang kupilih. Tentang sikap yang
kuambil. Bidadari terkejut sekali sepertinya. Tapi, aku tahu, bidadari
dapat mengerti. Aku paham sifatnya.

Tekadku saat itu sudah bulat memang. Aku
ingin menjadi seorang muslim yang selalu hidup lurus.

Malam-malam
kemudian.. aku menjadi tenang dalam tahajjud. Sangat tenang. Tidak
seperti sebelumnya, selalu diburu gelisah. Aku bisa terbenam secara utuh dan
khusyuk dalam tahajjud.

Sekali
waktu, aku sering teringat pada bidadari.

Aku memang tidak mungkin bisa
melupakannya. Bahkan tidak juga bisa memupus rasa itu. Tak apa. Rasa itu tak
harus di pupus memang.
Tapi, aku bisa keluar dari menurutkan perasaan belaka. Aku
bisa mengembalikan rasa itu pada asalnya yang suci. Ia milik Tuhan yang harus
kepada-Nya ia diperuntukkan.

Selepas
salam tahajjud. aku selalu berdoa, buat bidadariku,

“Semoga jika rasa cinta ini untuknya,
engkau jaga agar ia diperuntukkan buat-ku. Dan, setelah tiba waktunya aku boleh
memilikinya, aku mengharap ridhomu ya Alloh. Jadikanlah ia jodohku..”

“Tapi, untuk saat ini biarkan kami
meniti jalan mendekat kepada-Mu. Bimbing kami ya Alloh.. ya tuhanku..”

Entah darimana
asalnya, setiap selesai berdoa seperti itu, setelah tahajjud, aku seperti
mendengar suara. Suara itu pelan, tapi jelas dan dalam. Suara orang mengamini
doa-doaku. Suara yang rasanya sangat kukenal.




****

Aku
semakin menyadari bahwa semuanya sudah ketentuan Alloh swt. Dan, ketentuan Alloh
adalah yang terbaik buatku, buatnya, buat kami.

Mengapa
manusia sering tidak menerimanya? Ah, tentu keberatan-keberatan itu ada. Dan
itu sudah menjadi sifat manusia. Tak bisa dipungkiri.

Sedangkan,
Tuhan adalah Sang Maha Sempurna.

Kesadaranku
membuat rakaat tahajjudku semakin khusyuk. Hatiku menjadi tenang. Tenang
sekali. Setenang malam di paruh ketiga itu.

Dalam ketenangan
yang menyentuh itu, aku sering mendengar suaru-suara melintas. Itu bukan suara
biasa. Melainkan bait-bait doa yang dipanjatkan dalam khidmat. Entah darimana
asalnya, tapi aku merasa sangat yakin mengenal suara doa itu.

Sehingga, dengan
kekhusyukan penuh, aku mengamininya.

“amin….amin….ya
Rabbal ‘alamin”


Untukmu
Bidadariku..
di kutip dari: sahabat di fb

Atas Nama Cinta


Atas nama cinta. Dengan cara apapun, upayakan agar dalam hidup kita hanya ada satu kata cinta, “Cintailah Allah!” Jika kita mencintai Allah, maka Dia akan mencintai kita, dan memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk mencintai kita.
Bayangkan sejenak! Alangkah baik, indah dan nyamannya jika seluruh makhluk, baik makhluk yang tampak maupun makhluk ghaib yang tak kelihatan, semuanya mencintai diri kita. Semuanya akan mencintai kita jika berhak dimuliakan lantaran kita mencintai Allah, Tuhan kita dan Tuhan seluruh makhluk itu.
Dahsyatnya cinta suci ini dibenarkan Rasulullah SAW:
“Ketika Allah mencintai seorang hamba, Allah menyeru kepada malaikat Jibril, “Hai Jibril, sungguh Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia olehmu!” Jibril pun mencintainya.  Kemudian Ia menyeru kepada seluruh penduduk langit, “Sungguh Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia oleh kalian!” Ia pun dicintai oleh penduduk langit. Setelah itu, ia diterima di muka bumi. Ketika Allah membenci seorang hamba, Allah menyeru kepada malaikat Jibril, “Hai Jibril, sungguh Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia olehmu!” Jibril pun membencinya. Kemudian Ia menyeru kepada seluruh penduduk langit, “Sungguh Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia oleh kalian!” Ia pun dibenci oleh penduduk langit. Setelah itu, kebencian diletakkan baginya di muka bumi” (HR Muslim dari Abu Hurairah RA).
Atas nama cinta. Cintailah Allah dengan sepenuh jiwa, agar Ia memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk mencintai diri kita. Agar dalam hidup kita penuh kemudahan, keindahan, kebahagiaan, kebaikan dan keselamatan...
Cinta kepada Allah adalah komoditas yang teramat mahal, tidak mudah meraihnya. Untuk mewujudkan hal itu perlu upaya dan kerja yang sungguh-sungguh takwa kepada Allah dalam keadaan apapun, mencintai Rasulullah berikut seluruh keluarganya, mencintai orang-orang shalih, menunaikan seluruh kewajiban, memperbanyak ibadah, rela berkurban untu kebaikan dan jihad fi sabilillah, menegakkan syariat Islam, dan seterusnya.
Untuk meraih cinta Ilahi, jangan lupakan faktor doa! Memperbanyak doa dapat memperlancar tercapainya cinta Allah. Berdoa dengan penuh cita dan sikap merendah (tadharru’) akan memuluskan jalanbagi tergapainya cinta Ilahi. Renungkanlah, Nabi Daud saja senantiasa berdoa memohon cinta kepada Allah:
“Di antara doa Nabi Daud alaihissalam adalah, “Ya Allah, sungguh hamba memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan amalan yang dapat mengantarkan hamba untuk mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta-Mu lebih hamba cintai daripada cinta hamba kepada diri hamba sendiri, keluarga, dan air dingin sekalipun.” (HR Tirmidzi dari Abu Darda, hadits hasan).
Seorang Muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, maka ia harus memprioritaskan cintanya kepada Allah, kemudian kepada Rasulullah dan jihad fi sabilillah.
Mencintai istri, anak, keluarga, keturunan, harta, pangkat, takhta dan lain sebagainya (yang halal dicintai),  tentu boleh-boleh saja sepanjang posisi cinta tersebut di bawah cinta utama kepada Allah Azza wa Jalla:
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah (Qs Al-Baqarah 165).
Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (Qs At-Taubah 24).
Di samping cinta, seorang yang telah berikrar dua kalimat syahadat harus memiliki sikap ridha (ar-ridha) dalam dirinya. Kita harus ridha kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menaati seluruh keputusan Allah dan Rasul-Nya.
Ridha kepada Allah itu harus dilakukan dengan sepenuh keridhaan, lahir-batin tanpa ada sedikit pun rasa ketidakpuasan kepada ketetapan-Nya. Karena dalam Al-Qur’an, Allah Azza wa Jalla menafikan iman seseorang sebelum ia ridha bertahkim kepada Rasulullah SAW (Islam) dan menerima keputusan beliau dengan sepenuh hati, tanpa ada sedikitpun rasa haraj (penolakan dalam hati). Bahkan penolakan (nafi) itu didahului dengan sumpah Allah dengan diri-Nya sendiri:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya(Qs An-Nisa’ 5).
Atas nama cinta. Cintailah Allah dengan sepenuh jiwa, agar Ia memerintahkan seluruh makhluk-Nya untuk mencintai diri kita. Agar dalam hidup kita penuh kemudahan, keindahan, kebahagiaan, kebaikan dan keselamatan. [a. ahmad hizbullah/voa-islam.com]

Ketika Kau Sudah Memilih, Jangan Menyerah dan Surut Langkah


“Ketika kau sudah memilih, konsistenlah. Karena dari situlah kunci kesuksesanmu bermula. Bila kau mudah menyerah dan surut langkah, maka jangan pernah bermimpi tuk menjadi sang juara”
Sobat, hidup ini adalah pilihan. Di dalam pilihan ini, akan bertebaran banyak pilihan kehidupan lainnya. Jangan bingung ya. Kamu mau sekolah atau tidak, itu pilihan. Mau bolos apa mau rajin belajar, juga pilihan. Intinya, setiap pilihan selalu mengundang resiko dan tanggung jawab masing-masing.
Pilihan untuk sekolah, maka kamu harus rajin belajar. Pilihan untuk suka membolos, resikonya kamu ketinggalan pelajaran dan bisa tidak naik kelas. Tak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini kecuali dirimu sendiri. Tak pantas bila hujatan dan kesalahan kamu timpakan pada pihak lain padahal masalah sebenarnya ada pada diri sendiri. Tak layak pula bila kamu menganggap remeh orang yang berusaha mengingatkanmu padahal sesungguhnya mereka peduli.
Sobat, janganlah bersikap kekanakan. Usia remaja bukan alasan untuk plin-plan dan mengingkari hasil pilihan sendiri. Kamu telah dewasa. Mau tidak mau kamu telah tumbuh menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Bahkan Islam sendiri tak mengenal kata remaja, yang ada hanyalah anak-anak dan dewasa. Batas dari kedua dunia itu hanyalah sepercik darah haid dari perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Dan batas inilah yang membedakan apakah seseorang terkena taklif syara’ ataukah tidak.
Hidup tak selamanya mulus. Begitupun dengan pilihan yang telah kau ambil. Selalu ada batu kerikil yang mencoba menghalangi langkahmu untuk meraih tujuan. Jangan menyerah! Yang namanya batu kerikil itu kecil. Jiwamu yang besar pasti akan mampu meminggirkan si kerikil dari jalan cita-citamu. Jangan cengeng! Sungguh malu sekali bila hanya dengan sebutir kerikil kamu memutuskan surut langkah dan berputar mencari jalan lain yang masih belum jelas arah dan tujuannya.
….Hidup tak selamanya mulus. Begitupun dengan pilihan yang telah kau ambil. Selalu ada batu kerikil yang mencoba menghalangi langkahmu untuk meraih tujuan. Jangan menyerah!....
Jadilah seseorang yang berjiwa besar dan bertanggung jawab terhadap setiap pilihan hidup yang diambil. Fokuslah pada cita-cita semula seolah semua siap di depan mata sehingga membuatmu bergegas langkah. Sakit sedikit dalam perjalanan, itu adalah bumbu penyedap yang nantinya akan terasa nikmat ketika kamu telah tiba di tempat. Yakinlah, akan ada masanya ketika kamu mentertawakan saat ini di mana kamu teruji dengan batu kerikil kecil namun seolah-olah batu gunung sebesar rumah yang datang menimpa.
Kamu pasti bisa! Bila bukan dirimu yang yakin dengan dirinya sendiri, lalu siapa lagi yang bisa meyakinkannya? Ayo bangkitlah! Jangan sampai nanti kamu berada di satu titik, meratapi saat-saat ini yang kan menjadi masa lalu, dan kemudian menyesali mengapa mengambil langkah keliru. Ingatlah kata-kata yang entah kudapat darimana bahwa apa yang tidak membuatmu mati, maka yakinlah itu akan semakin menguatkan dirimu. Yakin saja! [voa-islam.com]

(dedicated to semua yang merasa hampir menyerah, kalah dan putus asa. Semoga tulisan ini mampu kembali meletupkan semangat kalian mengejar cita-cita)

JANGAN BERSEDIH



Mungkin Anda pernah membaca ayat ini: “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (At-Taubah:40)Lalu, bagaimana jika kita tetap merasa bersedih? Ini artinya ada sesuatu yang salah dalam hati kita. Dalam ayat diatas, kita tidak perlu bersedih sebab Allah beserta kita. Jika kita masih tetap saja bersedih, artinya kita belum merasakan kedekatan dengan Allah.
Yang dimaksud bersedih bukanlah berarti menangis. Menangis dalam rangka takut dan berharap kepada Allah malah dianjurkan supaya kita bebas dari api neraka. Bersedih yang dilarang adalah kesedihan akibat ketidaksabaran, tidak menerima takdir, dan menunjukan kelemahan diri.
Bersedih Itu Manusiawi
Para Nabi bersedih. Bahkan Rasulullah saw pun bersedih saat ditinggal oleh orang-orang mencintai dan dicintai beliau. Namun, para Nabi tidak berlebihan dalam sedih. Para Nabi segera bangkit dan kembali berjuang tanpa larut dalam kesedihan.
Bersedih Tidak Diajarkan
Bersedih (selain takut karena Allah) tidak diajarkan dalam agama. Bahkan kita banyak menemukan ayat maupun hadist yang melarang kita untuk bersedih.
Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS.At-Taubah:40)
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS.Ali ‘Imran:139)
Rasulullah saw pun berdo’a untuk agar terhindar dari kesedihan,
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran; Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur. Tiada Tuhan kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud)
Lalu, bagaimana supaya kita tidak bersedih?
Jika kita melihat ayat dan hadits yang disebutkan diatas, setidaknya kita sudah memiliki dua solusi agar kita tidak terus berada dalam kesedihan.
Pertama: dari ayat diatas (At Taubah:40) bahwa cara menghilangkan kesedihan ialah dengan menyadari, mengetahui, dan mengingat bahwa Allah bersama kita. Jika kita sadar bahwa Allah bersama kita, apa yang perlu kita takutkan? Apa yang membuat kita sedih. Allah Maha Kuasa, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Saat kesedihan terus menimpa kita, mungkin kita lupa atau hilang kesadaran, bahwa Allah bersama kita. Untuk itulah kita diperintahkan untuk terus mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar Ra’d:28)
Dari ayat ini, kita sudah mengetahui cara menghilangkan kesedihan, kecemasan, dan ketakutan yaitu bidzikrillah, dengan berdzikir mengangat Allah.
Saat saya mengalami kesedihan, ketakutan, atau kecemasan, ada tiga kalimat yang sering saya gunakan untuk berdzikir.
  1. Istighfar, memohon ampun kepada Allah.
  2. La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)
  3. Hasbunallaah wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya Pelindung)
  4. Tentu saja, masih banyak kalimat-kalimat baik lainnya yang bisa Anda ucapkan
Alhamdulillah, kesedihan, kecemasan, dan ketakutan menjadi sirna setelah berdzikir dengan kalimat-kalimat diatas. Tentu saja, bukan saja dzikir di lisan tetapi harus sampai masuk ke hati.
Kedua: cara menghilangkan kesedihan ialah dengan berdo’a seperti dicontohkan oleh Rasulullah saw. Nabi pun meminta pertolongan Allah, apa lagi kita, jauh lebih membutuhkan pertolongan Allah. Maka berdo’alah.
Tentu saja, masih banyak cara supaya kita tidak bersedih. Saya bisa menulis buku tebal jika mau membahas semuanya. Namun, dengan dua cara utama diatas kita akan mendapatkan mamfaat yang luar biasa. Bersedih masih mungkin kita alami, tetapi tidak lagi bersedih yang berlebihan dan berlarut-larut. Karena hidup dan perjuangan harus berjalan terus.
Janganlah kamu bersedih.

Tips waktu ketilang polisi

hehehe... sebenernya ini bukan tips sich, tapi lebih ke curhat, soalnya kemarin pas tgl 20 september aq secara kebetulan kena tilang polisi. maklum, aq khan lewat di jalan yang selama ini aq anggap aman2 saja, jadi dengan pedenya aq sama temenQ meluncur lewat depan pos polisi yang sebelumnya sudah berdiri dari kejauhan. huhuhu... emang sudah waktunya apes yach qta nurut aja. pas di STOP sama pak polisi tadi.
kurang dari 5 detik, polisi tadi langsung tanya ke qta
polisi: berhenti disini.
havy: ya bentar pak...!!
polisi: mana surat2nya???
havy: (eng ing eng..!!!) ada STNK saja pak..!!
polisi: SIM-nya mana??
havy: gak bawa pak.!!
polisi: gak bawa apa gak punya !!!! ( dgn nada agak membentak ) 
havy: ( nada melas n mellow ) ya nggak punya pak, makanya gak bawa... hehehe ( alasan )
polisi: alasan thok ae kon iku .!! ( bahasa jawa, artinya: alasan aja kamu itu.!! ) yaudah sini dulu ( sambil nyuruh mendekat ke polisi yang satunya )
polisi 2: kesalahanmu apa?
havy: gak pake helm pak.sama SIM. hehehe
polisi 2: yaudah ini surat tilangnya, besok kamu sidang di PANGSUD (singkatan dari jalan panglima sudirman)
setelah itu, aq udah agak lega dikit, soalnya setahu aq, kalo sidang di pengadilan tuch semua hukum dendanya sama dan di jamin masuk ke kas negara. nggak seperti yang damai di jalan, soalnya masih ada kemungkinan masuk kantong (oknum) polisinya sendiri.. hehehe

pada waktu hari H nya( 1-september 2010 ) aq sama temen seperjuanganQ yang ketilang kemaren langsung meluncur ke Pengadilan Negri seperti yang di bilang polisi kemarin. dan ternyata disana sudah ada ratusan makhluk hidup yang se nasib denganku. hehehe parahnya, semuanya juga harus menjalani sidang pada hari itu juga. bisa di bayangin yah, kalo 500-an pelanggar disidang hari itu, apa gak capek yah hakimnya??? hehehe
untung aja aq dapat nomor urut sidang ke 113, jadi gak lama2 nunggunya.
pas namaQ di panggil hakim

hakim: (manggil nama lgkapQ ) muhammad hamdan yuwavy
havy: hadir paak..!! hehehe aq langsung maju 
hakim: kesalahanmu apa? sudah tahu khan???
havy: ya pak, boncengan dua orang nggak pakai helm.
hakim: adalagi. kamu punya sim?
havy: nggak pak.
hakim: ya sudah kamu punya uang seratus ribu??
havy: (diem padahal aq punya uang lhoo.. hehehe )
hakim: ya sudah 90.000 ada nggak?? ini sudah saya potong lhoo..
havy: waduh, uangnya pas pak... ini saya tadi kesini naik kendaraan umum berdua, jadi sisanya nanti saya buat pulang..( byasa.. alasan lagi.)
hakim: ( sambil lihat pakaian yang saya kenakan : celana kain halus kayak milik pak guru, jas hitam rapi dan berkopyah. lalu beliau bertanya ) kamu santri yah??? 
havy: iya pak... hehehe (senyum lebar )
hakim: ya sudah 80.000 aja. jangan ulangi lagi ya... untung kamu santri
havy: makasih pak (sambil jalan ke notaris yang nerima n nyatat pembayaran denda tilang)

fiuh.... ternyata asyik juga nech di pengadilan. dapat pengalaman baru,
nah, dari pengalamanQ tadi, bisa di dapatkan tips sebagai berikut
1. dengan memilih sidang di pengadilan, berarti anda ikut membantu menyumbang 100% uang tilang anda kepada negara
2. datangilah sidang tepat waktu, biar gak antri. kalo bisa, kamu hadir sebelum hari H-nya
3.rileks dan santai aja... biar enak waktu jawab pertanyaan hakim
4. berpakaian sopan. soalnya orang yang antrian sebelum saya tuch dia pakai celana pendek dan akhirnya dendanya menjadi  di tambah 40.000 karna dia tidak sopan waktu sidang.nggak seperti aq yang malah dapat potongan 20.000 lumayaan,..untung saja aq pas sidang memakai kostum yang sopan dan islami ala santri(maklum, aq khan masih mondok sampai sekarang )
5. kalo sepengetahuan saya yach, semua pelanggaran di jalan raya itu biasanya surat tilangnya warna biru. dan untuk pelanggaran berat itu warnanya merah, jadi kalau kamu kebetulan kena tilang dan di kasih surat tilang warna merah, maka secepatnya kamu minta ganti dengan warna biru, karena yang warna merah itu hanya untuk pelanggaran berat...

ya itulah sedikit pengalaman yang mungkin bisa havy ambil sebagai pengalaman, dan pelajaran bagi kamu2 yang pernah di tilang.... hehehe