CHEK IT OUT..!! »

Bidadari Tahajjud

“Kau
sungguh mencintainya?” seolah-olah Tuhan bertanya begitu padaku.
“Aku sungguh mencintainya, Tuhanku.
Aku tak ingin dipisahkan darinya. Aku mohon Engkau restui ia menjadi
pendampingku mengabdi kepada-Mu.”


“Kalian
ingin mengabdi pada-Ku?”

“Betul Tuhan-Ku”
“Apa
jaminannya?”
Peluh dingin
mengalir dari tengkukku, jatuh ke baju takwa-ku dan terus luruh di
hamparan sajadah.

Saat itu duduk
diantara dua sujud.
Berhati-hati
benar kuusap tengkukku, berusaha menghapus peluh itu. Pelan sekali, agar tak
membuat gerak yang menambah banyaknya dosaku.
Tapi, peluh itu terus
saja mengalir. Ah…entah kenapa,..

di sepertiga malam terakhir yang dingin ini,
saat orang-orang terlelap dalam dengkur pulas tidur, suasana menjadi panas
sekali. Mungkin oleh pertanyaan itu. Ya….oleh pertanyaan itu.
“apa
jaminannya…?? dengan bersatunya kami, ia
menjadi pendampingku dan aku menjadi pendampingnya, apakah kami akan terus
mengabdi pada Tuhan?”

Aku bersujud
kembali.

“Apa
jaminannya,. setelah kalian bersatu, apakah kalian akan tetap mengabdi untuk-Ku..?”

Tuhan seperti
mengulang pertanyaan-Nya, meminta penegasan dariku yang sedari tadi hanya bisa
berpeluh dalam diam.
“Kami akan saling memberi semangat
untuk pengabdian itu, Tuhanku”
“Begitu?”
“Betul, Tuhanku. Bukankah selama ini,
hal itu telah terbukti, Tuhanku. Setiap malam, aku selalu terbangun.
Seolah-olah bidadariku memanggil namaku dan menyuruhku beribadah pada-Mu,
Tuhanku. Aku bersyukur, dalam ibadah malam-malam seperti itu, alkhamdulillah kami
masih tetap bersatu. Aku selalu memohon pada-Mu, tuhanku, seperti yang Kau
suruh dalam firman-Mu, semoga cinta kami abadi.”
Istighfar kulafalkan, “Tuhanku, kalau-kalau dalam hubungan
kami ada satu-dua yang mendekatkan kami pada zina yang Kau larang itu. Tidak,
Tuhanku, bahkan kami saling mencintai bukan untuk membenamkan diri kami dalam lembah
nista itu, Tuhanku. Jauhkan kami dari niat tercela seperti itu, Tuhanku. Kami
mencintai untuk mengabdi pada-Mu. Tuhanku, aku selalu bergairah beribadah
setelah bertemu dan dekat dengannya, seperti malam-malam aku menjadi tekun
menyapa-Mu dalam rakaat-rakaat tahajjud, Tuhanku.”



“Kalau
nanti kalian berpisah bagaimana?”
Aku bangkit dari
sujud. Dan sekarang tahiyyat akhir.
“Tuhanku, aku mohon dengan sangat, bi
wajhika, jangan pisahkan kami. Aku betul-betul mencintainya, Tuhanku, seperti
dia juga sangat mencintaiku.”



“Kalau
nanti kalian berpisah, apa kalian masih akan terus mengabdikan hidup kalian
untuk-Ku, itu maksud-Ku.”
“Sekali lagi, hamba-Mu yang lemah ini
memohon. Jangan buat kami berpisah, Tuhanku.“



”Apa
kalian akan terus tekun beribadah meski tak saling bersama lagi, kau dengar?”
“Aku mendengar, Tuhanku,”
peluh kembali menetes, berat. Seberat aku membayangkan perpisahan dengannya,
“aku akan terus beribadah pada-Mu,
Tuhanku. Kalau dia, aku yakin juga demikian, Tuhanku.”


“Jika
tidak?”
“Aku berjanji akan terus mengabdi
untuk-Mu, Tuhanku.”

“Kau
berjanji?”
“Ya, Tuhanku. Aku berani berjanji
karena aku sangat mencintainya”



“Jaminannya?”
“Jaminan,.. Tuhanku..?”
“Ya,
jaminan janjimu”
“Aku berani terima akibat kalau
ingkar, Tuhanku”
“Apa itu?”
“Tuhanku, seandainya cinta kami
menjauhkan kami dari-Mu atau mengarahkan kami pada larangan-Mu, aku mohon
pisahkan aku darinya, Tuhanku. Untuk apa kami mencintai kalau tidak untuk
mengabdi pada-Mu, Tuhanku”



“Kau sadar
berjanji demikian?”
“Di rakaat tahajjud ini aku berjanji,
Tuhanku. Aku sadar”
Aku melepas tahajjud
dengan salam dua kali.



****

Aku tergeragap
lalu terbangun.

Bayangan
wajahnya datang lagi. Ia, yang selalu kupanggil dengan sebutan bidadari,
seperti menyeru-menyeru memanggil
namaku.
Ah,… di
sepertiga malam terakhir yang dingin ini, apa gerangan yang ingin
disampaikannya?apakah ia

Ingin menyatakan
rasa cintanya yang sungguh di waktu yang tak biasa barangkali, saat orang-orang
tertidur pulas dalam dengkur. Saat dingin merayap, lalu diam-diam merasuk ke
dalam sumsum, tulang-tulang bergemeletuk kemudian. Saat hening turun dan tak
sesuatupun memecah sunyi.



Tapi, tidak. bidadari
tidak ingin mengungkapkan sesuatu.
Setelah aku bangun dalam geragap berkat panggilannya,
ia segera saja pergi. Entah kenapa? Tinggal aku kemudian yang termangu sendiri
dalam tanya. Ah, kenapa pula aku harus bertanya-tanya. Apakah selalu dibutuhkan
alasan untuk sebuah kedatangan dan kepergian?

Tapi, barangkali
itu isyarat. Ya, aku mulai meyakini itu isyarat. Isyarat agar aku menunaikan tahajjud,
shalat yang dianjurkan pelaksanaannya di sepertiga malam seperti ini. Saya
yakin itu, setelah berhari-hari, atau bahkan sudah masuk hitungan minggu,

panggilannya selalu datang.

Aku
jadi suka panggilan itu, panggilan bidadari agar aku selalu mendekatkan
diri pada Tuhan.
Maka, kemudian tahajjud kurutinkan. Kubuat ia sebagai
tempat berkeluh kesah pada Tuhan.
Ah, andai saja sedari dulu aku menangkap maqkhluq
Tuhan itu.


Lalu,
kegiatan-kegiatan keagamaan sering kuikiuti. Kajian-kajian tak pernah absen
kuhadiri. Aku juga sering menghadiri majelis-majelis pengajian dan
dzikir. ibadah adalah tujuan utama hidup yang mesti kujalani.

Aku
merasakan ketenangan yang luar biasa dalam jamaah-jamaah seperti itu. Pengetahuan
agamaku semakin bertambah luas.
Tapi,
bersamaan dengan itu, ada beberapa hal yang
membuatku merasa jauh dari bidadari.
Ini yang sangat sulit.

Jam weker di
atas meja di sudut kamarku hampir menunjuk angka tiga. Aku harus segera ke
belakang, berwudhu, untuk kemudian membenamkan diri dalam rakaat tahajjud.



****

Bulan
itu memasuki tahun ke tiga usia hubunganku dengannya. Aku bahagia sekali karena
pada saat tepat satu tahun sejak kami memulai hubungan ini, ia menyatakan
kembali rasa cintanya padaku. Seperti awal-awal dahulu, semuanya serba indah.

Dalam rakaat tahajjud, kusyukuri semua itu. Sembari mengingat-ingat
kembali perjanjianku dengan Tuhan yang selalu kupegang teguh.

Namun,
setelah itu segalanya seperti berubah.

Mula-mula kulihat ia semakin tekun
mengikuti kajian-kajian di ma’had. Hampir tak pernah absen ia hadir di
majelis-majelisnya.
Apalagi bidadariku terlalu sibuk khidmah di ndalem
ma’had..
Hubungannya dengan para lelaki juga semakin dekat saja. Sehingga
menambah kesepianku berubah menjadi cemburu yg sukar aku taklukkan.
Tapi,.
Aku yakin Bidadariku setia..

Semenjak
ia tahfidz qur’an, aku merasakan sedikit demi sedikit ia mulai menjauh
dariku.

Mula-mula
aku diam dan beranggapan bahwa aktifitasnya sedang tidak bisa diganggu oleh
siapapun. Termasuk olehku, meskipun akulah orang yang dia katakan paling dekat
dengannya.
Aku berpikir, mungkin itu hanya untuk beberapa
saat saja. Setelah itu, ia akan kembali seperti sedia kala.

Namun
ternyata tidak. Ia tetap saja menjauh dariku. Bertambah jauh….dan jauh.

Kucoba
untuk menghubunginya dengan datang sendiri ke ma’had. Tapi, kata
teman-temannya ia malu. Selalu seperti itu jawaban yang kuterima saat
kesana.

Kucoba
pula menghubungi melalui telpon. Jawaban yang sama diberikan olehnya.



Setelah semuanya
tak berhasil, aku memilih diam sambil membuat koreksi, untuk beberapa lama.
Jangan-jangan ada hal yang kuperbuat telah menyinggung perasaannya. Tp
sepertinya tidak ada.
Atau ada
perjanjian dengan Tuhan yang telah kulanggar?. Rasanya juga tidak.



Pada
saat seperti itulah, ia menghubungiku. Ia telpon ke Hp-ku. Ketika kutanya
tentang sikap menjauhnya selama ini, jawabannya
sungguh membuatku tersentak.

Sebuah jawaban yang meski pernah terpikir olehku,
tapi tak pernah kubayangkan bahwa itulah jawaban sebenarnya.

Kuadukan jawaban
itu pada Tuhan di suatu rakaat tahajjud.

“Mengapa Kau jauhkan bidadariku dariku,
Tuhanku?”
“Ia ingin
mendekatkan diri pada-Ku”
“Tapi, tidak harus menjauhkan dariku,
kan?”
“Ia ingin
total mengabdi pada-Ku, bukan untuk dan karena yang lain. Kau paham?”

“Hamba-Mu ini sangat mencintainya,
Tuhanku.”
“Aku tahu”
“Hamba-Mu tidak ingin dipisahkan
darinya, Tuhanku”
“Aku
mengerti”



“Di rakaat tahajjud hamba-Mu pernah
membuat perjanjian…”
“Aku
selalu ingat janjimu”
“Tapi, kenapa Kau menjauhkan kami, padahal
tak ada dari kami yang melanggar perjanjian itu, Tuhanku”
“Sudah
Kukatakan, ia ingin lebih dekat dengan-Ku”

“Kalau begitu aku tak mau menyapa-Mu
lagi dalam tahajjud, Tuhanku”
“Kau ingin
melanggar perjanjian itu? Ku-pisahkan kau darinya semakin jauh…”

“Jangan, Tuhanku. Jangan!”
Aku tak dapat
membayangkan kalau aku dipisahkan semakin jauh darinya. Tak terasa butir-butir
kecil air mata meleleh dari kelopak mataku, tumpah di atas hamparan sajadah.
Dalam tahajjud kali itu, aku menangis.

Mengapa semuanya
menjadi seperti ini?

Menjelang salam kusadari itu semua sudah kehendak Tuhan.

“Tuhanku, biarkan hamba-Mu belajar
lebih banyak tentang semua ketentuan-Mu, termasuk tentang ini,” kataku akhirnya, dalam isak. Lantas aku
bersalam.



****

Ini
sulit. Sangat sulit. Bukan hanya pada diriku yang harus kuakui sangat mencintai
bidadariku, tapi juga soal bagaimana aku mengatakan semuanya.

Aku kemudian
ingin diam, sambil berusaha menghindar dari bidadariku. Aku tak ingin
kehadirannya membuatku tak penuh menapak jalan ibadahku.

Ya, jalan itu sudah kuputuskan sebagai
pilihanku, dengan segala konsekuensinya tentu.
Termasuk jauhnya aku dari bidadari
yang sangat kucintai.

Berkali-kali
bidadari meneleponku. Kutitipkan jawaban pada teman-teman bahwa aku tak
ada. Sedang pergi atau sedang apa.

Pernah
juga bidadari datang. Jawaban serupa kupesankan. bidadari juga mengirim pesan
sms. Meski ada perasaan kuat yang mendorongku untuk me-reply, tapi
ada juga dorongan kuat untuk mendiamkannya, bahkan lebih kuat. Sekuat aku
menapak jalan yang kupilih, meski aku harus tertatih menjauh dari bidadariku.




Tapi, kemudian perasaan dosa datang mendera.
Bukankah itu semua dusta yang di larang Tuhan? Aku juga telah membiarkan bidadari
berlarut-larut dalam ketidakpastian sikapku. Ya, aku harus bersikap. Meski sangat
sulit.

Bukankah aku seorang muslim, Seorang lelaki muslim harus tegas. Ia mesti
bisa bersikap. walaupun sulit.
Lewat
telepon kukatakan semuanya. Tentang jalan yang kupilih. Tentang sikap yang
kuambil. Bidadari terkejut sekali sepertinya. Tapi, aku tahu, bidadari
dapat mengerti. Aku paham sifatnya.

Tekadku saat itu sudah bulat memang. Aku
ingin menjadi seorang muslim yang selalu hidup lurus.

Malam-malam
kemudian.. aku menjadi tenang dalam tahajjud. Sangat tenang. Tidak
seperti sebelumnya, selalu diburu gelisah. Aku bisa terbenam secara utuh dan
khusyuk dalam tahajjud.

Sekali
waktu, aku sering teringat pada bidadari.

Aku memang tidak mungkin bisa
melupakannya. Bahkan tidak juga bisa memupus rasa itu. Tak apa. Rasa itu tak
harus di pupus memang.
Tapi, aku bisa keluar dari menurutkan perasaan belaka. Aku
bisa mengembalikan rasa itu pada asalnya yang suci. Ia milik Tuhan yang harus
kepada-Nya ia diperuntukkan.

Selepas
salam tahajjud. aku selalu berdoa, buat bidadariku,

“Semoga jika rasa cinta ini untuknya,
engkau jaga agar ia diperuntukkan buat-ku. Dan, setelah tiba waktunya aku boleh
memilikinya, aku mengharap ridhomu ya Alloh. Jadikanlah ia jodohku..”

“Tapi, untuk saat ini biarkan kami
meniti jalan mendekat kepada-Mu. Bimbing kami ya Alloh.. ya tuhanku..”

Entah darimana
asalnya, setiap selesai berdoa seperti itu, setelah tahajjud, aku seperti
mendengar suara. Suara itu pelan, tapi jelas dan dalam. Suara orang mengamini
doa-doaku. Suara yang rasanya sangat kukenal.




****

Aku
semakin menyadari bahwa semuanya sudah ketentuan Alloh swt. Dan, ketentuan Alloh
adalah yang terbaik buatku, buatnya, buat kami.

Mengapa
manusia sering tidak menerimanya? Ah, tentu keberatan-keberatan itu ada. Dan
itu sudah menjadi sifat manusia. Tak bisa dipungkiri.

Sedangkan,
Tuhan adalah Sang Maha Sempurna.

Kesadaranku
membuat rakaat tahajjudku semakin khusyuk. Hatiku menjadi tenang. Tenang
sekali. Setenang malam di paruh ketiga itu.

Dalam ketenangan
yang menyentuh itu, aku sering mendengar suaru-suara melintas. Itu bukan suara
biasa. Melainkan bait-bait doa yang dipanjatkan dalam khidmat. Entah darimana
asalnya, tapi aku merasa sangat yakin mengenal suara doa itu.

Sehingga, dengan
kekhusyukan penuh, aku mengamininya.

“amin….amin….ya
Rabbal ‘alamin”


Untukmu
Bidadariku..
di kutip dari: sahabat di fb

5 komentar:

bobol mengatakan...

subhaanallah....

tian mengatakan...

mantap, selalu ingat kepada Nya,, :)

Dimas Abi Galoga mengatakan...

keren postnya

Muhammad Chandra mengatakan...

muantaaaaaaap

fufu mengatakan...


Semoga kau mendapatkan bidadarimu. amin...

:)

fufu

Posting Komentar

Maaf Yach shob,mumpung mampir disini,kalo sempat, bOleh Nggak Aq Mnta KomentArnya??? :)